Minggu, 17 April 2011

SOLO... tempatku berada, tempatku berkarya...

SOLO... sepintas terdengar biasa saja dengan nama kota ini. Kota yang kecil, masih "kental" dengan adat jawanya, masyarakatnya yang terkesan alus-alus bahkan sudah bisa tertebak kalau seseorang berasal dari solo lewat gaya bahasanya. Namun, kota kecil ini menyimpan sejuta keunikan yang belum tentu ditemukan di daerah lain. Apa yang luar biasa di tempat lain, kelihatannya seperti biasa-biasa saja di Solo. Sehingga seolah di-Solo-lah segala yang aneh bisa berlangsung secara wajar. Dari mulai Penjual makanan yang buka selewat tengah malam dan habis pada waktu shubuh, pertunjukkan wayang orang dengan jumlah penonton tak lebih dari 1/4 jumlah pemain, pasar kain terbesar di Indonesia yang salah ucapan, atau mungkin juga dengan nama Solo itu sendiri sehingga ada nama sungai terbesar yang membentang jauh sampai jawa timur namun diberi nama Bengawan Solo, sampai dengan stadion sepak bola yang pertama kali bisa dipakai bertanding saat malam hari, panggung gamelan di halaman Masjid Agung yang komplit, atau... apa saja. Karena setiap debu dan dan batu di Solo menyimpan sejuta cerita.

begitu pula dengan warganya yang terkesan ramah dan terbuka menerima siapa saja sehingga membuat hubungan warga solo satu dengan yang lainnya begitu akrab. meskipun mereka berada jauh di perantauan atau sekedar di kota lain, istilah yang akan diucapkan adalah " Kapan Pulang ke Solo?". Seolah dengan demikian pergantian kartu tanda penduduk, waktu yang sudah puluhan tahun memisahkan dengan kampung halaman tidak menjadi soal dan tetap ter-cap sebagai warga Solo. Banyak hal yang bisa membat kita merasa "hangat" di kota Solo. misalkan saja hik warung tenda kecil yang menyediakan segala makanan biasa yang biasanya disajikan dengan jahe panas dan minuman lainnya. Ada yang tidak biasa di warung ini, karena disinilah segala status sosial tidak menjadi penghalang untuk berkomunikasi. Terserah mau anak pejabat, Anak tukang becak, atau bahkan pengamen jalanan pun ketika sudah duduk di warung ini seperti teman akrab dengan obrolan-obrolan ringan yang terjalin.

begitulah Solo dengan segala keunikannya.. bahkan Jas Belanda bisa menjadi beskap dan sepatu dipotong bagian belakang sehingga menjadi selop, dan ketika itulah kita menerimanya sebagai busana Jawa.. lucu memang, dan karena itulah saya pribadi sangat mencintai kampung halaman saya ini. Segala hal "aneh" membuat saya betah berlama-lama di kota kecil ini. ^^ Mungkin benar juga slogan SOLO THE SPIRIT OF JAVA.. ^^ siapa yang tahu??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar